KOMIP (Komik Pahlawan) :
Inovasi Pembelajaran Sejarah
untuk
Siswa SD
Mengutip
data Departemen Perdagangan AS, melalui Biro Sensusnya. Indonesia termasuk
salah satu Negara dengan populasi penduduk terbanyak. pada tahun 2014, RI masih masuk posisi 5 besar
negara berada di peringkat ke-4 dengan jumlah penduduk mencapai 253,60 juta
jiwa (dilansir dari detikfinance).
Populasi terbanyak adalah anak-anak (37%) dan remaja (27%). Berdasarkan tulisan Bruce Horovitz yang berjudul “After Gen X, Millennials, What Should Next
Generation Be?” menuturkan bahwa ada 3 generasi yang
disimbolkan dengan X,Y dan Z. generasi X (yang lahir pada tahun 1965 hingga
1980) dan Y (yang lahir pada era tahun 1981-1995), generasi Z adalah generasi
anak-anak sekarang yang sudah “akrab” dengan gadget sejak usia dini, karena internet
baru ada dan dikenal oleh masyarakat pada awal tahun 2000, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini yang membedakan dengan generasi-generasi
sebelumnya. Penelitian Joan Ganz Cooney
Center, Amerika Serikat, menemukan bahwa Anak-anak generasi sekarang
pada usia 5 tahun yang menggunakan aplikasi edukasi Ipad mengalami
peningkatan kosakata sekitar 27 persen. Sedangkan pada anak-anak usia 3 tahun,
kosakatanya meningkat sebanyak 17 persen.
Kemampuan-kemampuan yang dimiliki
oleh anak-anak pada usia dini sangat bervariasi dan akan terus berkembang
seperti kemampuan dalam bicara (mengolah kosakata), kognitif, emosi, social, kreativitas, spiritual, serta
rasa percaya diri. Berbicara tentang kemampuan, sudah banyak gedung-gedung
sekolah, perguruan tinggi, atau tempat-tempat bimbel yang telah didirikan
sebagai wadah bagi anak-anak untuk mencari dan mengasah kemampuan-kemampuannya
baik pada bidang akademik atau non-akademik. Terlepas dari signifikansi sarana
dan prasarana cukup memadai, mari kita menilik sejenak apa yang menjadi kendala
bagi kita untuk membentuk peradaban bangsa yang baru. Pemahaman sejarah anak-anak
sangat minim dan mengkhawatirkan, sebab (sebelumnya telah penulis uraikan
tentang internet bagi mereka) belum ada pendidikan kesejarahan yang memadai,
baik di sekolah, lembaga/forum ataupun lingkungan keluarga.
Menurut
Hasil Jajak Pendapat Koran Kompas 9 Juli 2010 bahwa pembelajaran sejarah di
sekolah berperan penting dalam membentuk karakter/watak anak bangsa, hanya 2,2%
yang memberikan pendapat setuju dan 7,2% tidak setuju. Pada tingkat sekolah,
data terhadap pencapaian rata-rata nilai akhir mata pelajaran sejarah SDN
Kertajaya Surabaya menduduki urutan kedua terendah dari matematika Sedangkan
data terhadap pencapaian rata-rata nilai akhir IPS (sejarah, ekonomi dan
geografi) = 67,61 SDN Kalirungkut 1, justru menduduki posisi terendah
dibandingkan beberapa mata pelajaran lainnya di kelas 5. Tetapi, Setelah
melalui evaluasi belajar, ternyata menurut Ibu Ummu Khaisulah,S.Pd salah satu
guru kelas V SDN Kalirungkut 1 nilai Sejarah menduduki nilai terendah dibanding
Geografi dan Ekonomi Koperasi. faktanya
sangat klise, bahwa hasil survei pencapaian pembelajaran dan pemahaman mata
pelajaran sejarah di Indonesia belum memuaskan.
Sejarah sama artinya dengan sebuah
pohon yang berkembang secara terus menerus dari tingkat yang sangat sederhana
sampai tingkat yang lebih maju atau kompleks. (Nana Supriatna.2006).
Mengenal sejarah merupakan hal yang sangat terpenting, karena bukan hanya kita
mempelajari cerita masa lalu, orang belajar tak mengulang kesalahan yang sama,
tetapi Pengenalan dan pemahaman sejarah yang benar berperan penting
dalam pembentukan karakter dan watak suatu bangsa di masa depan. Oleh karena
itu, di belahan dunia mana pun, penanaman ingatan sejarah bangsa selalu menjadi
bagian dari sistem pendidikan. ( George Santayana,2010).
Sejarah juga mampu
menanamkan jiwa-jiwa kepahlawanan dan nilai keikhlasan agar watak anak tidak
menjadi egois serta dapat menghargai jasa-jasa pahlawan bangsa.( Missiyati
)Menurut ibu Ummu Khaisulah,S.Pd salah satu guru SDN Kalirungkut 1, jika
seseorang tidak mau belajar sejarah maka bagai kacang yang lupa pada kulitnya.
Selain itu, menurut beliau dengan belajar sejarah murid dapat memperoleh
pendidikan heroik, perjuangan, rasa cinta terhadap tanah air, patriotis, jiwa
sosial.
Belajar
sejarah juga diharapkan mampu memupuk rasa solidaritas antar murid, karena
akhir-akhir ini yang ada justru rasa egois yang sering muncul dalam persaingan
di pelajaran selain sejarah, oleh karena itu dengan adanya pelajaran sejarah
maka diharapkan nilai-nilai sosial pada murid-murid akan muncul.
Pembelajaran
sejarah kerap kali terkendala oleh
stigma membossankan. Hal ini muncul karena setelah sekian lama anggapan
bahwa sejarah adalah pelajaran yang ”kering”, tidak menarik, baik dari
segi materi maupun metode belajar, dan ”tidak penting” di tengah
berbagai perkembangan keilmuan teknologi dan tuntutan kepraktisan hidup saat
ini. Memahami hal-hal diatas, dalam hal proses belajar membutuhkan media strategis. Media
strategis sebagai stimulus pada golongan anak-anak ialah komik karena disesuaikan dengan kondisi, potensi,
dan karakteristik otak mereka yang pada umumnya lebih tertarik
dengan gambar dan warna. Seperti kata Bobby
Hartanto,MPsi (dilansir dari detikHealth)
dalam acara konferensi Smart Parents
Membantu Orangtua Gali Potensi Anak Pada Golden Period "Otak manusia
itu lebih suka dengan segala sesuatu yang bergambar dan berwarna. Karena gambar
bisa memiliki sejuta arti sedangkan warna akan membuat segala sesuatu menjadi
lebih hidup."
Komip : Sumber Alternative
Komik Indonesia pernah menjadi tuan rumah di negeri sendiri pada masa
R.A. Kosasih, Ardisoma, Teguh Santosa, Jan Mintaraga, dan Ganes TH. Namun
selepas itu, sejak periode 1990-an, komik Indonesia kalah bersaing dengan komik
impor asal Jepang, Prancis, dan Amerika Serikat. Maka hal itu dapat dijadikan
motivasi bagi kita.
Komik sebagai sebuah media mempunyai karakteristik tersendiri. Jika
seorang perupa mengatakan “ Sebuah gambar adalah seribu kata-kata”, dan seorang
sastrawan menimpali ” Sebuah kata adalah seribu gambar”. Maka komik memiliki
keduanya, “ kekuatan gambar” dan “kekuatan kata”. Karena komik adalah imagery
media antara film dan buku. Komik adalah sebuah bahasa Literer Visual yang
mengisi ruang yang terdapat diantara kedua media tersebut. Komik menurut Laccasin (1971) dan koleganya dinobatkan
sebagai seni ke-sembilan .
Komik
juga merupakan salah satu sajian yang ditawarkan dalam dunia sastra yang
menarik hati para penikmat sastra . Jadi,
komik
lebih dari sekadar cerita bergambar yang ringan dan menghibur bagi anak-anak,
melainkan sebuah media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk
menyampaikan informasi.
Manfaat komik membantu anak untuk menyalurkan emosinya, Membuat imajinasi anak dapat berkembang dan hidup, dan anak mampu bertukar pikiran (discussion)serta kosakata yang bervariasi. komik memiliki banyak jenis sesuai alur ceritanya seperti komik edukasi. Komik edukasi ini bukan hanya dapat menghibur melainkan juga untuk tujuan edukasi yang memiliki nilai komersial.
Dalam hal ini, penulis melihat potensi komik sebagai media yang dekat
dengan anak-anak sebagai suplemen pembelajaran yang kreatif. Adapun
langkah konkretnya yakni para guru/cendekiawan, sejarawan,yang merancang
rencana pembelajaran berkoordinasi dengan komikus untuk mengemas materi sejarah
bangsa dan pejuang-pejuang yang hebat dipadukan dengan kebudayaan nusantara
dalam format cerita bergambar atau komik.
Upaya untuk
mempublikasikan KOMIP dan budaya
Indonesia hendaknya terlebih dahulu disosialisasikan secara masif pada
anak-anak. Selain itu, komik-komik dalam bentuk cetak yang didistribusikan pada
lembaga pendidikan baik akademik ataupun non akademik , dapat diperoleh lewat
online, yang semenarik dan seesensial mungkin (mengingat segmennya adalah
anak-anak). Komik yang lebih kepada jenis edukasi ini untuk lebih memperhatikan
point-point yang bermanfaat bagi mereka, dilihat dari banyaknya cerita-cerita
rakyat yang kurang mendidik seperti si kancil, malin kundang dan cerita-cerita
rakyat lainnya. Terkait cerita rakyat, Dessy
Sekar Astina Chamdi Program Manager
Forum Indonesia Membaca (FIM)
pernah mengatakan, anak-anak Indonesia kini lebih mengenal cerita dari Jepang
atau negara lain karena produknya berbentuk audiovisual melalui televisi. Hal
itu menurutnya, membuat anak-anak kurang tertarik pada cerita lokal. Mengingat
hal itu, metode pembelajaran yang baru seperti KOMIP dapat menjadi jalan tengah
di antara kurangnya minat baca anak dan
terdegradasinya wawasan tentang sejarah pahlawan dalam memperjuangkan Bangsa,
khususnya pembentukan karakter dan jiwa patriotis terhadap tanah air.
Implementasi melalui storytelling
Implementasi adalah sebuah aktualisasi
ide-ide. Pada implementasi, komik pahlawan
ini bukan hanya menjadi primadona di Indonesia, tapi mampu menebus ke tingkat
internasional. Langkah terstruktur dan konkret melalui optimalisasi anak-anak
menjadi perhatian penting di konsep ini. Tujuannya agar mereka sejak dini
memiliki pemahaman luas pada sejarah bangsa sendiri, sehingga kelak mereka akan
mampu mengatasi gempuran arus budaya asing dengan era globalisasi sekarang ini.
Sebagaimana tradisi lisan telah mengakar pada nenek moyang, adapun contohnya
ialah perkembangan kisah Ramayana dan Mahabarata serta strategi dakwah Sunan
Kalijaga yang memanfaatkan metode bertutur (storytelling).
Sedangkan cerita-cerita yang berkembang melalui penuturan, cenderung fleksibel
dan disesuaikan dengan kemampuan berpikir, kebutuhan, juga kondisi masyarakat
yang menerimanya. Namun dalam hal ini kita tetap konsisten untuk tidak memaknai
lelucon sinis “we are Indonesia, we don’t read
but we listen, we don’t write but we talk” sebagai asumsi yang
kontradiktif dengan langkah storytelling
ini. Dalam hal ini, komik Pahlawan merupakan media
dalam proses repackaging budaya
Indonesia yang tentu saja memanfaatkan tradisi membaca dan menulis, sekaligus
bertutur, bukan sekadar asal bicara (talking).
Melihat sisi positif masing-masing antara tradisi aksara dan lisan, maka kita
bisa menjadikan komik Pahlawan sebagai
media yang terintegrasi pada pembentukan karakter dan watak penerus
bangsa kearah lebih baik.
Terkait peran anak-anak, dengan potensinya sebagai Millennial
Generation yang berwawasan
teknologi, melalui kegiatan belajar , diskusi atau sosialisasi Komik pahlawan
dapat dijadikan bahan storytelling oleh siswa SD yang dikoordinasi oleh
para pendidik. Metode ‘bercerita’ yang dipakai ialah Transmedia
Storytelling, yakni teknik bercerita dengan pelbagai platform dan format teknologi
digital saat ini (Jenkins, 2011). Transmedia Storytelling bukan sekadar mekanisme untuk menyampaikan konten, namun ia sebagai alat
pendidikan untuk membantu anak belajar
melalui pemahaman bacaan, membangun keterampilan, meningkatkan kreativitas, dan
memperluas imajinasi mereka. Di samping itu, melalui story board yang komunikatif,
anak-anak diharapkan lebih menangkap isi cerita, serta menambahkan interpretasi
menurut imajinasi mereka sendiri. Salah satu kuncinya adalah visualisasi
sejarah yang menjadi esensi utama dalam Komik
Pahlawan tersebut.
Tidak hanya sebuah konsepsi yang ditawarkan
penulis, kegiatan Transmedia Storytelling
dengan memanfaatkan Komik Pahlawan ini
dapat dikoordinir oleh sekolah, lembaga/komunitas, masyarakat serta Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menjadikan ini sebagai metode pembelajaran baru pada
pendidikan.
e-mail : khusnulkhatimah_sbs@yahoo.com
0 komentar: