teman-teman granad,, ini essay pertama saya, dan alhamdulillah kmerin dapa harapan 2 dilomba fakultas... :) :) just post. semoga bermanfaat


Jumat, 31 Oktober 2014




KOMIP (Komik Pahlawan) : Inovasi Pembelajaran Sejarah untuk Siswa SD

Mengutip data Departemen Perdagangan AS, melalui Biro Sensusnya. Indonesia termasuk salah satu Negara dengan populasi penduduk terbanyak.  pada tahun 2014, RI masih masuk posisi 5 besar negara berada di peringkat ke-4 dengan jumlah penduduk mencapai 253,60 juta jiwa (dilansir dari detikfinance). Populasi terbanyak adalah anak-anak (37%)  dan remaja (27%). Berdasarkan tulisan Bruce Horovitz yang berjudul “After Gen X, Millennials, What Should Next Generation Be? menuturkan bahwa ada 3 generasi yang disimbolkan dengan X,Y dan Z. generasi X (yang lahir pada tahun 1965 hingga 1980) dan Y (yang lahir pada era tahun 1981-1995), generasi Z adalah generasi anak-anak sekarang yang sudah “akrab” dengan gadget sejak usia dini, karena internet baru ada dan dikenal oleh masyarakat pada awal tahun 2000, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini yang membedakan dengan generasi-generasi sebelumnya. Penelitian Joan Ganz Cooney Center, Amerika Serikat, menemukan bahwa Anak-anak generasi  sekarang  pada usia 5 tahun yang menggunakan aplikasi edukasi Ipad mengalami peningkatan kosakata sekitar 27 persen. Sedangkan pada anak-anak usia 3 tahun, kosakatanya meningkat sebanyak 17 persen.
            Kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh anak-anak pada usia dini sangat bervariasi dan akan terus berkembang seperti kemampuan dalam bicara (mengolah kosakata), kognitif,  emosi, social, kreativitas, spiritual, serta rasa percaya diri. Berbicara tentang kemampuan, sudah banyak gedung-gedung sekolah, perguruan tinggi, atau tempat-tempat bimbel yang telah didirikan sebagai wadah bagi anak-anak untuk mencari dan mengasah kemampuan-kemampuannya baik pada bidang akademik atau non-akademik. Terlepas dari signifikansi sarana dan prasarana cukup memadai, mari kita menilik sejenak apa yang menjadi kendala bagi kita untuk membentuk peradaban bangsa yang baru. Pemahaman sejarah anak-anak sangat minim dan mengkhawatirkan, sebab (sebelumnya telah penulis uraikan tentang internet bagi mereka) belum ada pendidikan kesejarahan yang memadai, baik di sekolah, lembaga/forum ataupun lingkungan keluarga.
Menurut Hasil Jajak Pendapat Koran Kompas 9 Juli 2010 bahwa pembelajaran sejarah di sekolah berperan penting dalam membentuk karakter/watak anak bangsa, hanya 2,2% yang memberikan pendapat setuju dan 7,2% tidak setuju. Pada tingkat sekolah, data terhadap pencapaian rata-rata nilai akhir mata pelajaran sejarah SDN Kertajaya Surabaya menduduki urutan kedua terendah dari matematika Sedangkan data terhadap pencapaian rata-rata nilai akhir IPS (sejarah, ekonomi dan geografi) = 67,61 SDN Kalirungkut 1, justru menduduki posisi terendah dibandingkan beberapa mata pelajaran lainnya di kelas 5. Tetapi, Setelah melalui evaluasi belajar, ternyata menurut Ibu Ummu Khaisulah,S.Pd salah satu guru kelas V SDN Kalirungkut 1 nilai Sejarah menduduki nilai terendah dibanding Geografi dan Ekonomi Koperasi.  faktanya sangat klise, bahwa hasil survei pencapaian pembelajaran dan pemahaman mata pelajaran sejarah di Indonesia belum memuaskan.
            Sejarah sama artinya dengan sebuah pohon yang berkembang secara terus menerus dari tingkat yang sangat sederhana sampai tingkat yang lebih maju atau kompleks. (Nana Supriatna.2006). Mengenal sejarah merupakan hal yang sangat terpenting, karena bukan hanya kita mempelajari cerita masa lalu, orang belajar tak mengulang kesalahan yang sama, tetapi Pengenalan dan pemahaman sejarah yang benar berperan penting dalam pembentukan karakter dan watak suatu bangsa di masa depan. Oleh karena itu, di belahan dunia mana pun, penanaman ingatan sejarah bangsa selalu menjadi bagian dari sistem pendidikan. ( George Santayana,2010).
Sejarah juga mampu menanamkan jiwa-jiwa kepahlawanan dan nilai keikhlasan agar watak anak tidak menjadi egois serta dapat menghargai jasa-jasa pahlawan bangsa.( Missiyati )Menurut ibu Ummu Khaisulah,S.Pd salah satu guru SDN Kalirungkut 1, jika seseorang tidak mau belajar sejarah maka bagai kacang yang lupa pada kulitnya. Selain itu, menurut beliau dengan belajar sejarah murid dapat memperoleh pendidikan heroik, perjuangan, rasa cinta terhadap tanah air, patriotis, jiwa sosial.
Belajar sejarah juga diharapkan mampu memupuk rasa solidaritas antar murid, karena akhir-akhir ini yang ada justru rasa egois yang sering muncul dalam persaingan di pelajaran selain sejarah, oleh karena itu dengan adanya pelajaran sejarah maka diharapkan nilai-nilai sosial pada murid-murid akan muncul.

Pembelajaran sejarah  kerap kali terkendala oleh stigma membossankan. Hal ini muncul karena setelah sekian lama anggapan bahwa sejarah adalah pelajaran yang ”kering”, tidak menarik, baik dari segi materi maupun metode belajar, dan ”tidak penting” di tengah berbagai perkembangan keilmuan teknologi dan tuntutan kepraktisan hidup saat ini. Memahami hal-hal diatas, dalam hal proses belajar membutuhkan media strategis. Media strategis sebagai stimulus pada golongan anak-anak ialah komik karena disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan karakteristik otak mereka yang pada umumnya lebih tertarik dengan gambar dan warna. Seperti kata Bobby Hartanto,MPsi (dilansir dari detikHealth) dalam acara konferensi Smart Parents Membantu Orangtua Gali Potensi Anak Pada Golden Period "Otak manusia itu lebih suka dengan segala sesuatu yang bergambar dan berwarna. Karena gambar bisa memiliki sejuta arti sedangkan warna akan membuat segala sesuatu menjadi lebih hidup."

Komip : Sumber Alternative
            Komik Indonesia pernah menjadi tuan rumah di negeri sendiri pada masa R.A. Kosasih, Ardisoma, Teguh Santosa, Jan Mintaraga, dan Ganes TH. Namun selepas itu, sejak periode 1990-an, komik Indonesia kalah bersaing dengan komik impor asal Jepang, Prancis, dan Amerika Serikat. Maka hal itu dapat dijadikan motivasi bagi kita.
            Komik sebagai sebuah media mempunyai karakteristik tersendiri. Jika seorang perupa mengatakan “ Sebuah gambar adalah seribu kata-kata”, dan seorang sastrawan menimpali ” Sebuah kata adalah seribu gambar”. Maka komik memiliki keduanya, “ kekuatan gambar” dan “kekuatan kata”. Karena komik adalah imagery media antara film dan buku. Komik adalah sebuah bahasa Literer Visual yang mengisi ruang yang terdapat diantara kedua media tersebut. Komik menurut Laccasin (1971) dan koleganya dinobatkan sebagai seni ke-sembilan . Komik juga merupakan salah satu sajian yang ditawarkan dalam dunia sastra yang menarik hati para penikmat sastra . Jadi, komik lebih dari sekadar cerita bergambar yang ringan dan menghibur bagi anak-anak, melainkan sebuah media komunikasi visual yang mempunyai kekuatan untuk menyampaikan informasi.
               Manfaat komik membantu anak untuk menyalurkan emosinya, Membuat imajinasi anak dapat berkembang dan hidup, dan anak mampu bertukar pikiran (discussion)serta kosakata yang bervariasi. komik memiliki banyak jenis sesuai alur ceritanya seperti komik edukasi. Komik edukasi ini bukan hanya dapat menghibur melainkan juga untuk tujuan edukasi yang memiliki nilai komersial.
            Dalam hal ini, penulis melihat potensi komik sebagai media yang dekat dengan anak-anak sebagai suplemen pembelajaran yang kreatif. Adapun langkah konkretnya yakni para guru/cendekiawan, sejarawan,yang merancang rencana pembelajaran berkoordinasi dengan komikus untuk mengemas materi sejarah bangsa dan pejuang-pejuang yang hebat dipadukan dengan kebudayaan nusantara dalam format cerita bergambar atau komik.
Upaya untuk mempublikasikan KOMIP dan budaya Indonesia hendaknya terlebih dahulu disosialisasikan secara masif pada anak-anak. Selain itu, komik-komik dalam bentuk cetak yang didistribusikan pada lembaga pendidikan baik akademik ataupun non akademik , dapat diperoleh lewat online, yang semenarik dan seesensial mungkin (mengingat segmennya adalah anak-anak). Komik yang lebih kepada jenis edukasi ini untuk lebih memperhatikan point-point yang bermanfaat bagi mereka, dilihat dari banyaknya cerita-cerita rakyat yang kurang mendidik seperti si kancil, malin kundang dan cerita-cerita rakyat lainnya. Terkait cerita rakyat, Dessy Sekar Astina Chamdi Program Manager Forum Indonesia Membaca (FIM) pernah mengatakan, anak-anak Indonesia kini lebih mengenal cerita dari Jepang atau negara lain karena produknya berbentuk audiovisual melalui televisi. Hal itu menurutnya, membuat anak-anak kurang tertarik pada cerita lokal. Mengingat hal itu, metode pembelajaran yang baru seperti KOMIP dapat menjadi jalan tengah di antara kurangnya minat baca anak dan terdegradasinya wawasan tentang sejarah pahlawan dalam memperjuangkan Bangsa, khususnya pembentukan karakter dan jiwa patriotis terhadap tanah air.

Implementasi melalui storytelling
Implementasi adalah sebuah aktualisasi ide-ide. Pada  implementasi, komik pahlawan ini bukan hanya menjadi primadona di Indonesia, tapi mampu menebus ke tingkat internasional. Langkah terstruktur dan konkret melalui optimalisasi anak-anak menjadi perhatian penting di konsep ini. Tujuannya agar mereka sejak dini memiliki pemahaman luas pada sejarah bangsa sendiri, sehingga kelak mereka akan mampu mengatasi gempuran arus budaya asing dengan era globalisasi sekarang ini. Sebagaimana tradisi lisan telah mengakar pada nenek moyang, adapun contohnya ialah perkembangan kisah Ramayana dan Mahabarata serta strategi dakwah Sunan Kalijaga yang memanfaatkan metode bertutur (storytelling). Sedangkan cerita-cerita yang berkembang melalui penuturan, cenderung fleksibel dan disesuaikan dengan kemampuan berpikir, kebutuhan, juga kondisi masyarakat yang menerimanya. Namun dalam hal ini kita tetap konsisten untuk tidak memaknai lelucon sinis “we are Indonesia, we don’t read but we listen, we don’t write but we talk” sebagai asumsi yang kontradiktif dengan langkah storytelling ini. Dalam hal ini, komik Pahlawan merupakan media dalam proses repackaging budaya Indonesia yang tentu saja memanfaatkan tradisi membaca dan menulis, sekaligus bertutur, bukan sekadar asal bicara (talking). Melihat sisi positif masing-masing antara tradisi aksara dan lisan, maka kita bisa menjadikan komik Pahlawan sebagai media yang terintegrasi pada pembentukan karakter dan watak penerus bangsa kearah lebih baik.
Terkait peran anak-anak, dengan potensinya sebagai Millennial Generation yang berwawasan teknologi, melalui kegiatan belajar , diskusi atau sosialisasi Komik pahlawan dapat dijadikan bahan storytelling oleh siswa SD yang dikoordinasi oleh para pendidik. Metode ‘bercerita’ yang dipakai ialah Transmedia Storytelling, yakni teknik bercerita dengan pelbagai platform dan format teknologi digital saat ini (Jenkins, 2011). Transmedia Storytelling bukan sekadar mekanisme untuk menyampaikan konten, namun ia sebagai alat pendidikan untuk membantu anak belajar melalui pemahaman bacaan, membangun keterampilan, meningkatkan kreativitas, dan memperluas imajinasi mereka. Di samping itu, melalui story board yang komunikatif, anak-anak diharapkan lebih menangkap isi cerita, serta menambahkan interpretasi menurut imajinasi mereka sendiri. Salah satu kuncinya adalah visualisasi sejarah yang menjadi esensi utama dalam Komik Pahlawan  tersebut.
Tidak hanya sebuah konsepsi yang ditawarkan penulis, kegiatan Transmedia Storytelling dengan memanfaatkan Komik Pahlawan ini dapat dikoordinir oleh sekolah, lembaga/komunitas, masyarakat serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadikan ini sebagai metode pembelajaran baru pada pendidikan.

e-mail              : khusnulkhatimah_sbs@yahoo.com




 

           


























0 komentar: